Pilihan Terbaik

Hidup berjalan begitu saja. Setiap kejadian terjadi tanpa harus dipahami. Setiap masalah datang tanpa permisi. Dan orang-orang datang pergi sesuka hati. Kita hidup dengan pilihan-pilihan yang kita ambil, berdiri dengan keputusan-keputusan yang kita jalani, dan berjalan dengan apa yang kita yakini. Akan ada masa dimana sebuah pilihan terasa berat untuk diputuskan, keputusan terlalu sulit untuk diambil, dan keyakinan mulai teruji. Ada banyak pilihan dalam hidup, salah satunya pilihan tentang bagaimana menjemput jodoh.

***
            Sabtu, 18 januari 2014 adalah hari pertama Aku bertatap muka dengannya. Pertemuan kami terjadi ketika aku menemani sahabatku untuk membeli pulsa di koperasi siswa.  Lapangan sedang ramai dengan pertandingan basket yang diikuti oleh kakak kelas yang sedang mengikuti kegiatan olahraga. Suara tawa dan dukungan dari supporter yang menonton kakak kelas bermain basket terdengar sampai ruanganku belajar. Pagi itu, sedang berlangsung mata pelajaran produktif di ruangan TKJ atas lantai 2, dan guru yang mengisi pelajaran memberikan waktu freetime karena presentasi tentang materi 7 Layer Osi baru saja usai. Sahabatku yang bernama Ajeng meminta untuk ditemani ke koperasi siswa untuk membeli pulsa, tak perlu pikir panjang aku langsung mengiyakan permintaanya. Kami memang sering ke koperasi siswa ketika jam pelajaran sedang kosong, sebenarnya hanya mengisi kekosongan dengan membantu mba Muhaeny yang akrab di panggil Mba En untuk melayani teman-teman yang membeli alat tulis atau foto copy buku. Tapi hari itu adalah hari yang berbeda dari hari sebelumnya, aku bertemu dengan laki-laki yang aneh, lelaki itu bersama dengan sahabatnya kulihat ia menunjuk-nunjuk diriku. Ajeng sedang asyik membahas masalah model kerudung dengan Mba En sedangkan Aku sedang asyik duduk di bangku tunggu mengotak-atik laptopku dengan icon yang baru saja aku download di kelas. Icon doraemon, icon folder berwarna pink, aku sangat girang melihatnya. Kukira lelaki itu akan berhenti memperhatikanku, ternyata dia masih melihat ke arahku sambil berbicara dengan sahabatnya. Melihat tingkahnya aku jadi risih, kemudian aku menghampiri Ajeng untuk memberitahunya agar segera kembali ke kelas, Ajeng langsung setuju dan kamipun kembali ke kelas. Tak lama kemudian Ajeng menyodorkan handphonenya ke arahku sambil berkata “Nanum, baca deh ini.” Itu pesan dari lelaki aneh yang di koperasi siswa tadi, dia ternyata mengenal Ajeng dan mengambil nomor handphone Ajeng di koperasi saat Ajeng sedang mengisi pulsa. Aku mengerutkan jidatku membaca pesan darinya ke sahabku itu, dia ingin berkenalan denganku dan meminta nomor handphoneku di Ajeng. Waah parah.. kataku dalam hati. Tanpa diminta Ajeng langsung menceritakan tentang lelaki itu yang ternyata dia adalah adik dari teman dekatnya dulu waktu berada di bangku SMP. Ajeng tidak terlalu mengenal lelaki itu, tapi katanya dia dulu pernah sempat chattingan dengan lelaki itu. Lalu Ajeng bercerita tentang kedekatannya dulu dengan kakak lelaki itu, kemudian dia mulai melihatkan akun facebook lelaki itu, dan dari situ aku baru tahu bahwa nama lelaki itu Fahmi, kakak kelas XI jurusan Teknik Gambar Bangunan. Tak banyak yang aku tahu, tapi itu sudah cukup  bagiku untuk mengenalnya. Ajeng masih dengan ceritanya dan kemudian memperlihatkan kepadaku foto-foto dari kakak kelas itu. Aku belum terlalu melihat dengan jelas wajahnya saat di koperasi tadi tapi dengan melihat fotonya aku sudah dapat mengenalnya. Setelah Ajeng selesai dengan ceritanya dia mulai menanyakanku apakah dia akan menjawab pesan dari kak Fahmi atau tidak. Aku katakan, jika ingin membalasnya balas saja tapi jangan berikan apa yang ia inginkan terkait nomor handphoneku. Ajeng mengiyakan perkataanku, tapi kak Fahmi tetap ingin mengenalku. Aku tak terlalu memperdulikannya karena aku memang tak tertarik untuk mengenalnya. Menurutku dia lelaki yang aneh, dari caranya yang tidak jelas di koperasi siswa pagi itu membuatku risih, lalu dia dengan beraninya mengambil nomor handphone Ajeng lalu mengirim pesan untuk meminta berkenalan denganku dan meminta nomor handphoneku. Ajeng tak lagi bercerita tentang kak Fahmi, mungkin karena dia tahu aku menolaknya untuk berkenalan. Jadi Ajeng tak ingin memaksaku, walaupun sebenarnya dia terus dipaksa oleh kak Fahmi. Setelah kejadian itu di hari berikutnya kak Fahmi seperti hantu yang gentayangan. Dia selalu ada dimana aku berada, saat di koperasi siswa, di kantin, sampai di Musholla dia selalu terlihat. Aku tambah risih dengan sikapnya, tapi aku berusaha tak memperdulikannya.
Suatu hari aku membuka akun Facebook-ku, kulihat di pertemanan ada yang ingin menambahkanku menjadi teman, kubaca namanya ternyata kak Fahmi. Awalnya aku membiarkannya, tapi kemudian aku mengkonfirmasinya sebagai teman. Dia mulai mengirim sesuatu di dinding facebook-ku, ucapan terimakasih telah mengkonfirmasinya sebagai teman, dan akupun membalasnya, hanya karena aku tidak ingin dianggap sombong olehnya. Karena sebelum itu, Ajeng pernah bercerita kepadaku bahwa kak Fahmi menganggapku sombong karena tidak ingin berkenalan dengannya. Aku memikirkan hal itu, aku tidak suka orang gampang menilai sebelum ia mengenal dengan baik orang yang ia nilai. Awalnya aku hanya tidak ingin dinilai buruk oleh orang yang bahkan akupun tak mengenalnya. Tapi setelah membalas pesannya di dinding facebookku, aku berpikir kalau sebenarnya kak Fahmi orangnya asyik. Yah, aku mulai sadar bahwa aku yang memulai untuk beranggapan buruk tentangnya. Jadi aku berpikir apa salahnya jika berteman?. Kemudian dengan obrolan pertama kita itu, beberapa hari setelahnya dia mengirim pesan di facebookku. Dia ingin meminta nomor handphoneku, tapi aku tak memberikannya. Aku pikir bukankah sudah cukup bertemanan di facebook saja dan tidak perlu meminta nomor handphone? Lagi pula, aku dengannya tidak memiliki kepentingan yang terlalu serius. Jadi berteman di facebook saja sudah cukup untuk berkenalan, bukan? Tapi, untuk menjaga perasaannya Aku mengatakan kepadanya jika memang dia menginginkan nomor handphoneku maka jika kita bertemu dia bisa meminta langsung, dan mungkin aku akan memberikannya secara langsung. Aku mengatakan itu sebenarnya hanya sebagai alasan agar aku tak memberikan nomorku padanya. Tetapi dia benar-benar mencariku hanya untuk meminta nomorku secara langsung. Dua kali kita bertemu dan dia seperti ingin berbicara denganku, tapi aku pura-pura tak mendengarnya. Ajeng yang membantunya memberitahu aku sedang berada dimana, jadi hari itu aku sering bertemu dengannya. Kemudian yang ketiga kalinya, aku tak bisa lari. Saat itu Aku dan Ajeng sedang berada di Musholla untuk melakasanakan sholat zuhur, aku sedang duduk melamun di samping Ajeng, tiba-tiba Ajeng menyikutku dan terlihat memberi kode ke arah di sebelahku. Awalnya aku tak mengerti maksud sahabatku itu, karena saat itu aku tengah melamun, kemudian dia memberikan kode lagi sambil memain-mainkan matanya, dan aku mulai menengok ke arah yang Ajeng maksud ternyata kak Fahmi sejak tadi duduk di sebelahku. Aku kaget melihatnya berada di sampingku sambil tersenyum, dan ternyata dia menagih janjiku untuk memberikan nomorku secara langsung. Dengan terpaksa aku memberikannya agar dia cepat pergi. 
            Bulan Januari tahun 2014 adalah bulan dimana kak Fahmi seperti hantu yang gentayangan. Dia selalu ada dimana mata memandang. Dia selalu mengirimkan aku pesan, setelah berhasil mendapatkan nomorku. Usahanya untuk dekat denganku begitu gigih. Pesannya selalu datang melebihi sholat 5 waktu, setiap saat. Dia menanyakan banyak hal tentang diriku, dari warna yang kusuka, tanggal lahir, makanan dan minuman favorite sampai hal-hal yang menurutku tidak penting untuk ditanyakan ia tanyakan. Aku menghargainya, menghargai usahanya mendekatiku. Jadi aku selalu membalas pesannya dengan baik tanpa menyinggung perasaannya. Kujawab setiap ia bertanya, tapi terkadang aku sangat kesal karena dia terus bertanya. Pernah waktu itu aku bosan membalas pesannya, dan aku hanya menjawabnya dengan kata “kepo” banyak tanya. Kepo singkatan dari Knowing Every Particular Objek, kak Fahmi selalu ingin tahu hal-hal kecil yang tidak penting. Membosankan memang tapi ntah kenapa aku terus membalas pesannya. Aku tahu, dia menyukaiku. Kak Fahmi menyatakan perasaannya kepadaku, tapi aku menolaknya. Tak hanya sekali, tapi berkali-kali. Aku pikir jika aku tolak dia akan menyerah dan berhenti untuk mengejarku, tetapi aku salah. Dia semakin gila. Aku sadar, aku sudah mengabaikannya bahkan cintanya. Tapi pernah suatu hari dia menghilang tanpa kabar. Facebooknya tidak pernah lagi update status, dia sudah tidak mengirimkan aku pesan. Kemudian aku merasa ada yang hilang. Ya, hari itu aku sadar aku mulai menyukainya. Aku mulai mencari tahu tentang dirinya. Ntah apa yang membuatku memiliki perasaan kepadanya setelah aku mengabaikannya. Aku pikir, dia lelaki yang baik dan penuh perhatian. Sejak dulu aku selalu ingin memiliki kakak laki-laki tapi takdir Allah memutuskan Aku sebagai anak Sulung. Aku anak pertama dari empat bersaudara. Aku diberi nama Arnum Hardiyanti Anjani oleh orangtuaku. Setiap nama pasti memiliki arti. Dan orangtuaku bilang arti namaku adalah Arnum diambil dari kepanjangan “Anak Rantau Milikmu” karena dulu bapakku merantau dari Lombok ke Bali, yang dimana adalah tempat asal mamakku, kemudian Hardiyanti adalah nama dari anak presiden pertama Indonesia yaitu Bung Karno, sebab bapakku mengidolakan beliau. Aku tak terlalu tahu arti nama Hardiyanti, tapi hanya tau nama itu berasal darimana. Selanjutnya Anjani, dari kata Gunung Rinjani, karena aku lahir di Lombok. Kurasa aku menyukai kak Fahmi karena perhatiannya kepadaku, itu pertama kalinya aku  memikirkan kak Fahmi hari itu. Aku membiarkan perasaan itu mengalir begitu saja. Aku tak ingin mencegah rasa yang mulai tumbuh tanpa aku sadari membuat diriku lemah. Aku mulai mencarinya, dan kemudian dia merespon dengan baik karena sebelumnya dia sudah dahulu menyukaiku. Kupikir dia mulai tahu bahwa aku menyimpan rasa padanya, maka dia menyatakan perasaannya unuk kesekian kalinya tapi aku menolaknya lagi. Walaupun sekarang berbeda keadaanya, aku menyukainya dan aku tahu dia menyukaiku. Tapi aku tetap tidak bisa menerimanya. Karena aku tidak ingin pacaran. 
            Sejak aku masuk di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri di Mataram dengan jurusan Teknik Komputer Jaringan, aku mengikuti sebuah kegiatan organisasi KRM (Keputrian Remaja Musholla) alasanku mengikuti organisasi atau perkumpulan KRM ini karena dulu aku lulusan MTs Negeri. Jadi, aku masih ingin mempelajari dan mendalami ilmu tentang agamaku. Walaupun pada saat MTs dulu aku hanya mengerti tentang Agama sebatas kulit saja, sebatas teori saja. Tapi setelah mengikuti kajian di KRM aku dibimbing mengenal islam yang bukan hanya dari kulitnya saja. Kajian dilakukan setiap hari jum’at sepulang sekolah, dan membahas banyak hal tentang syariat Allah. Salah satunya tentang larangan pacaran. Yang mengisi kajian waktu itu Mba-Mba mahasiswi dari Universitas Mataram yang dulunya merupakan alumni SMKN 3 Mataram, tempat aku bersekolah. Awalnya aku hanya mencatat saja apa-apa yang diberikan oleh Mba-Mba itu. Tapi dia tidak menyampaikannya sekali, namun berkali-kali. Tentang larangan pacaran. Aku jadi terngiang dan mulai mencari tahu kebenarannya. Setelah memahami dengan benar, aku menanamkan dalam diriku sebuah prinsip dan idealisme untuk menjadi wanita muslimah sejati yang menaati perintah Allah dan menjauhi apa-apa yang dilarang-Nya. Ntah dari mana rasa takut itu muncul, aku mulai menjauhi kak Fahmi. Aku tak mau menjadi hamba yang durhaka. Aku mulai takut, ketika aku memahami sesuatu yang benar menurutku dan tidak aku terapkan dalam hidupku. Aku menyukainya dan dia juga menyukaiku. Dia mulai tahu aku menaruh harapan padanya tapi dia tidak mengerti tentang prinsipku. Saat-saat itu adalah saat-saat terberat dalam hidupku. Seharusnya aku tak perlu bingung sampai berbulan-bulan untuk mengambil keputusan meninggalkannya juga meninggalkan perasaanku. Tapi aku lemah. Allah terus mengujiku dengan perasaan yang ada pada dirinya sampai aku pernah memutuskan hal yang salah. Aku pernah mencoba menjelaskan kepadanya tentang apa yang aku pahami, tapi butuh waktu yang lama untuk dia dapat menerima. Sampai begitu banyak kejadian-kejadian yang aku alami dalam menggenggam keistiqomahan dan memeluk prinsipku. 
            Suatu hari aku pernah kalah. Aku terlalu berharap kepada kak Fahmi sampai aku lupa seharusnya hanya Allah-lah tempatku harus menaruh harapan. Aku lelah dalam kebimbangan, dan aku ingin lepas dari perasaan itu. Maka aku putuskan untuk berbohong kepada kak Fahmi dengan mengatakan bahwa selama aku mengenalnya aku hanya menganggapnya sebagai kakak kelas dan tak memiliki perasaan sedikitpun kepadanya. Awalnya dia tidak percaya dengan perkataanku namun aku merangkai kata sampai aku tak terlihat seperti berbohong. Aku meyakinkannya tentang itu semua sampai dia akhirnya percaya dengan perkataanku. Aku bebas dengan sesak melepaskannya dan dia mulai menjauhiku dengan kecewanya. Kita tidak pacaran, tapi kita pernah berkomitmen untuk selalu setia satu sama lain. Itu yang membuat aku merasa terikat. Walaupun tidak ada hubungan pacaran tetap saja itu dosa karena menganggapnya spesial dan selalu berkomunikasi dengannya tanpa ada kepentingan yang syar’i. Di awal aku mengatakan aku kalah. Ya, aku tak bisa mempertahankan prinsipku, padahal jalan sudah terbuka. Tinggal aku jalani saja, dan lupakan rasa. Namun, tidak semudah itu. Aku sesak. Dia pergi. 2 minggu sudah aku putus contact dengannya tapi setiap hari aku selalu memikirkannya. Sampai akhirnya aku mencoba untuk menghubunginya, awalnya dia tidak merespon. Tapi, untuk kemudia dia mulai membalas pesanku. Tak tergambarkan perasaanku begitu senang hanya dengan membaca balasannya saat itu, padahal dia hanya membalas singkat. Kemudian kita masuk dalam pembicaraan yang serius. Aku sudah menyadari bahwa dia sudah berubah, tidak seperti dulu. Dan terungkap kebenarannya bahwa dia sudah memiliki penggantiku, aku sangat sedih saat itu. Aku lupa prinsipku, aku lupa larangan Allah, aku lupa sudah melangkah menuju kegagalan. Aku mengirimkan pesan panjang padanya lewat facebook, kurang lebih seperti ini : “Masih teringat jelas semua kenangan itu. Masih teringat jelas semua janji-janji manis itu. Pertemuan pertamaku denganmu yang takkan pernah bisa terlupakan. Seperti yang kau tahu, aku takkan pernah menerimamu sebagai kekasihku saat ini. Kita sama-sama menaruh harapan. Kau berharap agar kita bisa bersatu saat ini dan aku berharap kita bisa bersatu di masa depan yang lebih meyakinkan, saat waktu sudah tepat, saat janji suci mengikat. Namun apalah arti sebuah harapan, jika berharap sesuatu yang tak sama. Kau tau? Aku benci melihat wanita yang dijadikan tempat singgah oleh laki-laki. Seolah telah menodai sebuah perasaan suci. Aku tak ingin menjadi tempat singgahmu, dan aku sependapat dengan syariat agamaku. Maka kuputuskan memegang prinsip yang kau tahu itu. Sudah jelas kau pahami bagaimana prinsip ini berusaha kupegang. Untuk kau tau, ini bukan hanya prinsip tapi janji pada sang ilahi. Aku sangat mempercayai janji-janji Tuhan. Bukankah kau juga harus begitu? Izinkan aku menceritakan ini padamu.. Waktu terus berjalan, begitu juga dengan perasaan ini yang semakin hari semakin besar. Ntah bagaimana semua ini berjalan, aku tak tau pasti waktunya pada jam keberapa aku mulai menyukaimu, berlanjut jatuh hati padamu, berusaha menyayangimu dengan tulus, hingga terus berharap kau kan jadi pelabuhan cinta terakhirku. Yang pasti, semua itu butuh proses dan konflik batin yang terus menyayat hati. Mungkin kau akan bersikap biasa saja ketika rasa itu mulai menggelayut dalam hati, tapi aku tidak.. Aku memikirkan semuanya, memikirkan janjiku, memikirkan prinsipku, tak terbilang berapa banyak aku memikirkan perasaan ini. Berusaha mengacuhkanmu agar kau tak terlalu membuatku merasa bersalah karena membiarkanmu dalam ketidakpastian ini. Percuma, hanya beberapa hari aku bisa bertahan agar tak menghubungimu setelahnya aku merasakan rindu yang tak tertahankan. Aku selalu merasa lemah saat merasakan rindu, karena aku tak bisa menjaga perasaanmu yang akan tersakiti karena kau akan terus berharap. Pernahkah kau memikirkan apa yang kurasakan ini? Aku harap kau selalu memikirkannya. Kau selalu meyakinkanku untuk percaya padamu, kuturuti inginmu karena aku memang mempercayaimu. Setelah aku bisa melepas rindu padamu, aku seperti memiliki kekuatan tuk bertahan lagi dan tetap mempercayaimu.. Itulah mengapa aku bisa berhari-hari tak menghubungimu, aku terus mengisi hariku dengan kesibuka-kesibukan. Berharap waktu kan berjalan cepat. Agar  aku tak terus tersiksa dengan semua perasaan terpendam ini. Tak terbilang bagaimana hari-hariku merangkai cerita menakjubkan tentang kita yang sekarang mungkin hanya menjadi cerita biasa tentang kita.  Aku tak suka saat kau berada pada titik lemah dan bimbang aku hanya bisa terdiam. Aku takut ada yang lebih membuatmu merasa hidup. Tapi ketakutanku hanya begitu saja, aku terlalu pengecut untuk terus berada di sampingmu terang-terangan. Aku hanya bisa bersembunyi di tempat yang tak pernah kau pikirkan. Aku hanya bisa berdoa pada Tuhan atas kebaikanmu. Yah begitulah aku, terlalu munafik dengan perasaan ini. Dan sekarang, semua sudah jalannya. Aku tak bisa memaksakan sebuah perasaan yang hanya semu untukku. Biarlah kukubur dalam-dalam semua ini. Maafkan kerumitan perasaan ini.”
            Kak Fahmi membalas pesanku yang panjang itu, dia mengatakan dia bingung apakah harus sedih atau bahagia membaca pesanku itu. Dan kemudian aku menjelaskan bahwa itulah kebenarannya. Dia menerimanya, dan dia tinggalkan wanita yang baru saja ingin menggantikanku di hatinya hanya karena aku. Dan aku mulai merasa bersalah. Aku merasa bersalah terhadap wanita itu dan juga diriku sendiri. Aku sangat bodoh saat itu mengambil pilihan yang dapat menghancurkan diriku sendiri. Aku terseret jauh oleh ombak yang aku ciptakan sendiri. Aku terseret jauh dari prinsip yang selama ini aku pegang. Aku terseret jauh dari aturan Allah. Setiap detik aku merasa bersalah setelah kejadian itu. Tapi itu tak berjalan lama, Allah selalu punya cara mengembalikan kita ke jalan yang benar selagi kita punya niat untuk mendekat dan berjalan menuju-Nya. Allah selalu punya skenario terbaik untuk hamba-Nya yang selalu berusaha kembali pada dekap kasih-Nya. Aku tahu telah salah dalam mengambil keputusan saat itu dengan melepas prinsip yang aku yakini, maka dengan itu Allah memberiku rasa sakit yang luar biasa atas perasaan yang tak sepantasnya aku miliki pada Kak Fahmi itu. Dan pada akhirnya yang dapat membuatku mengerti dan kembali pada apa yang telah aku yakini adalah sebuah rasa kecewa atas harapan yang tak sepantasnya aku taruh pada selain-Nya. Dan dengan ini aku dapat belajar, bahwa cinta bukan hanya tentang memberi perhatian lebih yang aku dapatkan dari kak Fahmi, melainkan cinta adalah suatu perasaan suci yang harus kita jaga dengan sebaik-baiknya untuk orang yang pantas menerimanya. Dan kepantasan itu hanya bisa terlihat pada orang yang benar sungguh-sungguh menjaga cintanya dan menjaga cinta Rabb-Nya dengan mematuhi syariat-Nya.
            Dan sekarang aku bisa terlepas dari perasaan yang tak sepantasnya ada, begitu juga dengan kak Fahmi yang sudah dapat melepaskan perasaan yang dia simpan untukku. Aku tak pernah menyesali  pilihan-pilihan yang aku ambil dalam hidup. Sebab aku hidup dengan pilihan-pilihan tersebut. Karena aku hanya meyakini bahwa apa yang aku pilih adalah pilihan terbaik dalam hidupku yang menuntun aku kembali kepada cinta dan kasih Rabb-ku. Dan setelah itu, aku dapat berjalan dengan pilihan terbaikku dalam menjemput jodohku. Yaitu istiqomah dalam pemantasan diri dan tetap memegang prinsip yang aku yakini.

Komentar

  1. Wes, subhanallah. Setiap jiwa punya masing2 kisah hijrah!
    Selamat merantau, dek! 😉

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wes, ka Indi. iya, terimakasih sudah menjadi bagian kisah hijrah ya, sudah menguatkan saat goyah. hoho. aamiin, semoga arnum merantau dengan selamat ^^

      Hapus
  2. Asalkan jangan sampai mewek aja, kak. hoho. Semoga menginspirasi yaa ^^

    BalasHapus
  3. Halloo Ida! ehehe, jangan mewek da, sayang air matanya, wkwk ^^

    BalasHapus

Posting Komentar